Rabu, 13 Maret 2013

Pengertian, Sejarah dan Ruang Lingkup Keuanagn Islam

 A. Pendahuluan
 Keuangan Islam merupakan salah satu sektor ekonomi Islam yang berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Perkembangan yang pesat ini tidak saja didorong oleh semangat relijius dalam mengimplementasikan ajaran Islam, tetapi juga dilatarbelakangi oleh kepentingan praktis pragmatis dalam membangun perekonomian umat. 
  Keuangan Islam berdiri di atas  fondasi syariah Islam, karenanya ia harus senantiasa sejalan dengan syariah (shariah compliance) baik dalam spirit maupun aspek teknisnya.  Dalam ajaran Islam, transaksi keuangan harus terbebas dari transaksi yang haram, berprinsip kemaslahatan (tayyib), Misalnya bebas dari riba, gharar, riswah dan maysir.
 Secara umum dapat dikatakan bahwa keuangan Islam harus mengikuti kaidah dan aturan dalam fiqh mu’amalah. Persyaratan-persyaratan ini akan mengakibatkan adanya perbedaan perbedaan  yang relatif subtansial antara keuangan Islam dan keuangan  konvensional.
 Dengan makalah singkat ini, penyusun mencoba untuk mengulas sedikit mengenai pengertian, sejarah dan ruang lingkup keuangan Islam.
 B. Pengertian & Ruang Lingkup Keuangan Islam
 Menurut Ibrahim Warde, tidak ada satupun yang menjelaskan pengertian tentang keuangan Islam secara sempurna. Namun, kreteria secara umum dapat dijelaskan bahwa keuangan Islam adalah lembaga keuangan milik umat Islam, melayani umat Islam, ada dewan syariah, merupakan anggota organisasi internasional bank Islam (IAIB) dan sebagainya. Lebih luas, keuangan Islam meliputi tidak hanya persoalan perbankan, tapi meliputi juga kerjasama saling membiayai,  keamanan dan asuransi perusahaan, dan lain sebagainya di luar bank.
 Perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah saat ini masih direspons dengan skeptis oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Sikap ini juga dirasakan perbankan syariah di negara Muslim lainnya. Skeptisme masyarakat terhadap perbankan syariah tidak lepas dari dominasi sistem keuangan perbankan berbasis bunga yang telah berlangsung sejak masa kolonial sampai sekarang.
 Selain itu, masih ada beberapa permasalahan khususnya dalam operasional kelembagaannya, khususnya dalam perbankan. Irfan Syauqi menemukan adanya  beberapa problematika yang muncul seiring dengan berkembangnya industri perbankan syariah yang dapat dikategorikan pada beberapa masalah yang di antaranya adalah:
 Pertama, adalah kurangnya deposito.
 Kedua, masalah yang dihadapi oleh perbankan syariah adalah likuiditas berlebihan (excessive liquidity).
 Ketiga, adalah problematika biaya dan profitabilitas.
 Keempat yang dihadapi selanjutnya adalah masalah pendanaan pinjaman untuk konsumsi.
 Kelima adalah masih minimnya sumberdaya manusia yang memahami secara komprehensif segala hal yang berkaitan dengan industri perbankan syariah.
 Keenam yang dihadapi kalangan perbankan syariah adalah belum maksimalnya institusi undang-undang yang menjadi payung hukum bagi keseluruhan aktivitas perbankan Islam.
 Persoalan Bunga Bank
 Sikap skeptis diatas dapat dipahami sebab mereka masih belum percaya dengan adanya lembaga keuangan tanpa adanya bunga. Demikian pula para pengamat luar yang menyatakan dapatkah suatu sistem keuangan dapat dijalankan tanpa bunga? Jelaslah bahwa suku bunga merupakan faktor yang mengakibatkan ‘demand’ untuk investasi dan tabungan. Perspektif neo-klasik percaya bahwa tabungan dan investasi akan dipengaruhi oleh turun atau naiknya suku bunga. Investasi menyatakan kebutuhan akan sumber-sumber yang dapat diinvestasikan, tetapi tabungan menyatakan persediaan, sedangkan suku bunga merupakan harga dari sumber-sumber yang dapat diinvestasikan.
 Teori neo-klasik  dengan gamblangnya berpendapat bahwa mengkaitkan tingkat suku bunga secara otomatis akan merangsang para investor untuk menginvestasikan uangnya. Sesuai dengan pandangan ini, sebagian besar masyarakat Muslim di Indonesia selalu akan membandingkan keputusan investasi atau menabung dengan tingkat suku bunga saat itu. Sebagian besar masyarakat Muslim belum terbiasa untuk menghindari pendapat tersebut dari kehidupan ekonomi mereka. Nampaknya tanpa adanya suku bunga proses bisnis tidak akan berjalan baik dan menguntungkan.
 Beberapa keberatan adanya pranata bunga uang dikemukakan oleh para pendukung bank Islam. Bunga bank, menurut Mannan adalah riba, karena dalam Islam uang itu sendiri tidak menghasilkan bunga atau laba dan tidak dipandang sebagai komoditi. Dengan demikian, uang hanya sebagai alat transaksi, tidak lebih dari itu.  Sedangkan menurut Mahmud Ahmad Dari segi fungsi uang sebagai alat tukar, sehingga adanya sistem bunga dapat menyebabkan likuiditas uang. Jika bunga dibasmi maka premi likuiditas akan hilang dan motif untung-untungan untuk menyimpan uang akan lenyap. Di pihak lain, elastisitas substitusi uang adalah nol, sehingga suatu peningkatan dalam permintaan pasti meningkatkan nilai bunga. Kalau tidak dikatakan bahwa inflasi adalah konsekwensi bunga uang, tetapi bunga uang dinilai mempunyai andil dalam lajunya inflansi. Padahal ciri stabilitas ekonomi adalah terkendalinya inflasi. Dengan demikian, transaksi peminjaman "bebas bunga" ikut mengendalikan laju inflasi berdasarkan teori ini.
 Komitmen dan Implementasi Bank Islam
 Bank syariah adalah bank yang menjalankan bisnis perbankan dengan menganut sistem syariah yang berbasis hukum Islam. Dalam hukum Islam dinyatakan bahwa riba itu haram, sehingga bisnis bank konvensional yang menerapkan sistem rente atau riba dengan perhitungan bunga berbunga, baik untuk produk simpanan maupun pinjamannya, tidak sesuai dengan hukum islam.
 Bank syariah tidak menerapkan sistem bunga tetapi menerapkan sistem bagi hasil, yaitu sistem pengelolaan dana dalam perekonomian Islam. Perhitungan bagi hasil didasarkan pada mufakat pihak bank bersama nasabah yang menginvestasikan dananya di bank syariah. Besarnya hak nasabah terhadap banknya dalam perhitungan bagi hasil tersebut, di tetapkan dengan sebuah angka ratio atau besaran bagian yang disebut Nisbah.
 C. Sejarah dan Latar Belakang Kemunculan Keuangan Islam
 o   Praktek Perbankan Di Zaman Nabi Saw dan Sahabat
 Perbankan adalah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak jaman Rasulullah saw.
 Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah.
Rasulullah SAW yang dikenal dengan julukan al-Amin, dipercaya oleh masyarakat Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum Rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayidina Ali ra untuk mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya.[1] Dalam konsep ini, yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut.
 Seorang sahabat Rasulullah, Zubair bin al Awwam, memilih tidak menerima titipan harta. Beliau lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda: pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman, beliau mempunyai hak untuk memanfaatkannya; kedua, karena bentuknya pinjaman, maka ia berkewajiban mengambalikannya utuh.
 Sahabat lain, Ibnu Abbas tercatat melakukan pengiriman uang ke Kufah. Juga tercatat Abdullah bin Zubair di Mekah juga melakukan pengiriman uang ke adiknya Misab bin Zubair yang tinggal di Irak.
 Penggunaan cek juga telah dikenal luas sejalan dengan meningkatnya perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali setahun. Bahkan di jaman Umar bin Khattab ra, beliau menggunakan cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yang berhak. Dengan cek ini kemudian mereka mengambil gandum di Baitul Mal yang ketika itu diimpor dari Mesir.
 Pemberian modal untuk modal kerja berbasis bagi hasil, seperti mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah, telah dikenal sejak awal di antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
            Jelaslah bahwa ada individu-individu yang telah melaksanakan fungsi perbankan di zaman Rasulullah SAW, meskipun individu tersebut tidak melaksanakan seluruh fungsi perbankan. Ada sahabat yang melaksanakan fungsi menerima titipan harta, ada sahabat yang melaksanakan fungsi pinjam-meminjam uang, ada yang melaksanakan fungsi pengiriman uang, dan ada pula yang memberikan modal kerja.
Beberapa istilah perbankan modern bahkan berasal dari khazanah ilmu fiqih, seperti istilah kredit (Inggris: credit; Romawi: credo) yang diambil dari istilah qard. Credit dalam bahasa Inggris berarti meminjamkan uang; credo berarti kepercayaan; sedangkan qard dalam fiqih berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan.Begitu pula istilah cek (Inggris: check; Perancis: cheque) yang diambil dari istilah saq (suquq). Suquq dalam bahasa Arab berarti pasar,sedangkan cek adalah alat bayar yang biasa digunakan di pasar.
 o   Praktek Perbankan Di Zaman Bani Umayyah Dan Bani Abasiah
 Jelas saja institusi bank tidak dikenal dalam kosa kata fikih Islam, karena memang institusi ini tidak dikenal oleh masyarakat Islam di masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, maupun Bani Abbasiyah. Namun fungsi-fungsi perbankan yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan transfer dana telah lazim dilakukan, tentunya dengan akad yang sesuai syariah.
 Di jaman Rasulullah saw fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh perorangan, dan biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja.
 Baru kemudian, di jaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu. Fungsi-fungsi perbankan yang dilakukan oleh satu individu, dalam sejarah Islam telah dikenal sejak zaman Abbasiyah.[2] Perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar banyak jenis mata uang pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus untuk membedakan antara satu mata uang dengan mata uang lainnya. Ini diperlukan karena setiap mata uang mempunyai kandungan logam mulia yang berlainan sehingga mempunyai nilai yang berbeda pula. Orang yang mempunyai keahlian khusus ini disebut naqid, sarraf, dan jihbiz. Hal ini merupakan cikal-bakal praktek penukaran mata uang (money changer).
 Istilah jihbiz mulai dikenal sejak zaman Muawiyah (661-680M) yang sebenarnya dipinjam dari bahasa Persia, kahbad atau kihbud. Pada masa pemerintahan Sasanid, istilah ini dipergunakan untuk orang yang ditugaskan mengumpulkan pajak tanah.
 Peranan banker pada zaman Abbasiyah mulai populer pada pemerintahan Muqtadir (908-932M). Saat itu, hampir setiap wazir mempunyai bankir sendiri. Misalnya, Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph ibnu wahab sebagai bankirnya. Lalu Ibnu Abi Isa menunjuk Ali ibn Isa, Hamid ibnu Wahab menunjuk Ibrahim ibn Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi mempunyai tiga orang banker sekaligus: dua Yahudi dan satu Kristen.
 Kemajuan praktek perbankan pada zaman itu ditandai dengan beredarnya saq (cek) dengan luas sebagai media pembayaran. Bahkan, peranan bankir telah meliputi tiga aspek, yakni menerima deposit, menyalurkannya, dan mentransfer uang. Dalam hal yang terakhir ini, uang dapat ditransfer dari satu negeri ke negeri lainnya tanpa perlu memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang telah mendirikan kantor-kantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek sebagai media transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya. Dalam sejarah perbankan Islam, adalah Sayf al- Dawlah al-Hamdani yang tercatat sebagai orang pertama yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring antara Baghdad (Irak) dan Aleppo (Spanyol sekarang).

o   Praktek Perbankan Di Eropa
 Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan yang dilakukan oleh perorangan jihbiz kemudian dilakukan oleh institusi yang saat ini dikenal sebagai institusi bank. Ketika bangsa Eropa mulai menjalankan praktek perbankan, persoalan mulai timbul karena transaksi yang dilakukan menggunakan instrumen bunga yang dalam pandangan fikih adalah riba, dan oleh karenanya haram. Transaksi berbasis bunga ini semakin merebak ketika Raja Henry VIII pada tahun 1545 membolehkan bunga (interest) meskipun tetap mengharamkan riba (usury) dengan syarat bunganya tidak boleh berlipat ganda (excessive). Ketika Raja Henry VIII wafat, ia digantikan oleh Raja Edward VI yang membatalkan kebolehan bunga uang.
 Ini tidak berlangsung lama. Ketika wafat, ia digantikan oleh Ratu Elizabeth I yang kembali membolehkan bunga uang. Selanjutnya, bangsa Eropa mulai bangkit dari keterbelakangannya dan mengalami renaissance. Penjelajahan dan penjajahan mulai dilakukan ke seluruh penjuru dunia, sehingga kegiatan perekonomian dunia mulai didominasi oleh bangsa-bangsa Eropa. Pada saat yang sama, peradaban muslim mengalami kemerosotan dan negara-negara muslim satu per satu jatuh ke dalam cengkeraman penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Akibatnya, institusi-institusi perekonomian umat Muslim runtuh dan digantikan oleh institusi ekonomi bangsa Eropa.
 Keadaan ini berlangsung terus sampai zaman modern kini. Karena itu, institusi perbankan yang ada sekarang di mayoritas negara-negara Muslim merupakan warisan dari bangsa Eropa, yang notabene berbasis bunga.

o   Perbankan Syariah Modern
 Selanjutnya, karena bunga ini secara fikih dikategorikan sebagai riba (dan karenanya haram), maka mulai timbul usaha-usaha di sejumlah negara muslim untuk mendirikan lembaga alternatif terhadap bank yang ribawi ini. Hal ini terjadi terutama setelah bangsa-bangsa Muslim mendapatkan kemerdekaannya dari penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 40-an, namun usaha ini tidak sukses. Selanjutnya, eksperimen lainnya dilakukan di Pakistan pada akhir tahun 50-an, di mana suatu lembaga perkreditan tanpa bunga didirikan di pedesaan negara itu.
 Namun demikian, eksperimen pendirian bank syariah yang paling sukses dan inovatif di masa modern ini dilakukan di Mesir pada tahun 1963, dengan berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank. Awalnya bank ini muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.[3]
 Bank ini mendapat sambutan yang cukup hangat di Mesir, terutama dari kalangan petani dan masyarakat pedesaan. Jumlah deposan bank ini meningkat luar biasa dari 17,560 di tahun pertama (1963/1964) menjadi 251,152 pada 1966/1967. Jumlah tabungan pun meningkat drastis dari LE40,944 di akhir tahun pertama (1963/1964) menjadi LE1,828,375 di akhir periode 1966/1967. Namun sayang, karena terjadi kekacauan politik di Mesir maka Mit Ghamr mulai mengalami kemunduran, sehingga operasionalnya diambil alih oleh National Bank of Egypt dan bank sentral Mesir pada 1967. Pengambilalihan ini menyebabkan prinsip nirbunga pada Mit Ghamr mulai ditinggalkan, sehingga bank ini kembali beroperasi berdasarkan bunga. Pada 1971 akhirnya konsep nir-bunga kembali dibangkitkan pada masa rezim Sadat melalui pendirian Nasser Social Bank. Tujuan bank ini adalah untuk menjalankan kembali bisnis yang berdasarkan konsep yang telah dipraktekkan oleh Mit Ghamr. Pada tahun 1965, SA Irshad di Pakistan mencoba mengoperasikan bank yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Namun bank ini tidak berumur panjang karena tidak dikelola dengan benar dan tidak adanya pembinaan dan pengawasan dari otoritas perbankan. Otoritas setempat tidak mengakomodir kebijakan-kebijakan perbankan yang sesuai dengan karakteristik bank syariah.[4]
 Kesuksesan Mit Ghamr ini memberi inspirasi bagi umat Muslim di seluruh dunia, sehingga timbullah kesadaran bahwa prinsip-prinsip Islam ternyata masih dapat diaplikasikan dalam bisnis modern. Ketika OKI akhirnya terbentuk, serangkaian konferensi internasional mulai dilangsungkan, di mana salah satu agenda ekonominya adalah pendirian bank Islam. Akhirnya terbentuklah Islamic Development Bank (IDB) pada bulan Oktober 1975 yang beranggotakan 22 negara Islam pendiri. Bank ini menyediakan bantuan finansial untuk pembangunan negara-negara anggotanya, membantu mereka untuk mendirikan bank Islam di negaranya masing-masing, dan memainkan peranan penting dalam penelitian ilmu ekonomi, perbankan dan keuangan Islam. Kini, bank yang berpusat di Jeddah-Arab Saudi itu telah memiliki lebih dari 43 negara anggota.
 Pada perkembangan selanjutnya di era 70-an, usaha-usaha untuk mendirikan bank Islam mulai menyebar ke banyak negara. Beberapa negara seperti Pakistan, Iran dan Sudan, bahkan mengubah seluruh sistem keuangan di negara itu menjadi sistem nir-bunga, sehingga semua lembaga keuangan di negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga. Di negara Islam lainnya seperti Malaysia dan Indonesia, bank nir-bunga beroperasi berdampingan dengan bank-bank konvensional.
 Kini, perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menyebar ke banyak negara, bahkan ke negaranegara Barat. The Islamic Bank International of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama yang beroperasi di Eropa, yakni pada tahun 1983 di Denmark. Kini, bank-bank besar dari negara-negara Barat seperti Citibank, ANZ Bank, Chase Manhattan Bank dan Jardine Fleming telah pula membuka Islamic window agar dapat memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan syariat Islam.[5]
 Sejarah perkembangan perbankan syariah di dunia dapat dilihat pada Tabel berikut:

Keterangan
Tahun
Rintisan Bank Syariah di Malaysia, untuk mengelola dana jamaah haji secara non- konvensional.
1940
Berdirinya Mit Ghamr Rural Bank, di Mesir, oleh Dr. Ahmad Najar
1963
Mit Ghamr ditutup karena alasan politis dan diambil alih oleh National Bank of Egypt
1967
Muncul gagasan kolektif pembentukan Bank Syariah pada Konferensi Negara-negara Islam se-dunia di Malaysia
1969
Delegasi Mesir mengajukan proposal pendirian Bank Syariah pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-negara OKI di Karachi.
1970
Berdiri kembali sistem bank tanpa bunga yang bersifat sosial di Mesir, yaitu Nasser Social Bank.
1972
Usulan/proposal Delegasi Mesir diagendakan kembali dan memutuskan membentuk komisi khusus menangani masalah ekonomi dan keuangan.
Maret 1972
Di Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden.
1973
Para ahli yang mewakili Negara Islam penghasil minyak membicarakan Pendirian Bank Syariah dan terumuskanlah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Juli 1973
Pembahasan AD/ ART yang telah dirumuskan.
Mei 1974
Berdiri Islamic Development Bank dengan modal awal 2 miliar Dinar atau sama dengan 2 miliar SDR (Special Drawing Rights) IMF
1974
Berdiri Dubai Islamic Bank di Timur Tengah
1975
Berdiri Faisal Islamic Bank of Sudan dan Faisal Islamic Bank of Egypt
1977
Berdiri Bahrain Islamic Bank
1979
Bermunculan Lembaga Keuangan Syariah di Mesir, Sudan, negara-negara di wilayah Teluk, Malaysia, Pakistan, Inggris, Denmark, Bahmas, Swiss dan Luxembourg.
Awal 1980an
The Islamic Bank International of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama yang beroperasi di Eropa. Di samping itu, bank-bank besar dari negara-negara Barat seperti Citibank, ANZ Bank, Chase Manhattan Bank dan Jardine Fleming telah pula membuka Islamic window agar dapat memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan syariat Islam.
1983
Di Malaysia berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.
1983
Di Indonesia, berdiri perbankan syariah yang dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia.
1991

            Sumber: Dirangkum oleh penulis dari berbagai sumber

D. Tantangan & Peluang Keuangan Islam Di Masa Kini Dan Mendatang
 Di Indonesia perkembangan pemikiran-pemikiran tentang perlunya menerapkan prinsip Islam dalam berekonomi baru terdengar pada 1974. Tepatnya dimulai dalam sebuah seminar ‘Hubungan Indonesia-Timur Tengah’ yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK). Perkembangan pemikiran tentang perlunya umat Islam Indonesia memiliki lembaga keuangan Islam sendiri mulai berhembus sejak itu, seiring munculnya kesadaran baru kaum intelektual dan cendekiawan muslim dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Pada awalnya memang sempat terjadi perdebatan yang melelahkan mengenai hukum bunga Bank dan hukum zakat vs pajak di kalangan para ulama, cendekiawan dan intelektual muslim.
 Akan tetapi, nampaknya perkembangan pemikiran dan pergumulan ijtihad panjang dalam masalah hukum ‘bunga Bank’ dan ‘zakat vs pajak’ tersebut tidak sia-sia, dimana akhirnya mebuahkan hasil yang melegakan dan memuaskan umat muslim Indonesia. Paling tidak, kalau boleh dikatakan ‘sebuah tonggak’ sejarah emas kebangkitan ekonomi Islam di Indonesia  akhirnya terukir juga. Tepatnya pada hari Ahad, 3 November 1991 untuk pertama kalinya sebuah Bank Islam di launching pendiriannya secara besar-besaran di Istana Bogor yang Panitia Penyelenggaranya diketuai oleh Prof. Dr. Ir. M. Amin Aziz (sekarang Ketua Yayasan PINBUK, red.) Bank Islam Indonesia ini selanjutnya diberi nama Bank Muamalat Indonesia (BMI).
 Ketika itu, memang BMI menjadi satu-satunya tumpuan dan harapan 150 juta umat Islam Indonesia. Bahkan harapan yang sangat besar untuk kapasitas Bank yang baru seumur jagung. Harapan yang tentunya sangat wajar jika dikaitkan dengan suasana emosional yang menghinggapi umat Islam yang sudah puluhan tahun bercita-cita memiliki lembaga keuangan yang menggunakan prinsip syariah yang sekaligus untuk mewujudkan ‘mimpi’ akan kebangkitan ekonomi 90% umat Islam yang hidup dalam lingkaran kemiskinan dan kemelaratan massal baik di desa-desa maupun di kota-kota besar.
 Setelah BMI memulai beroperasi sebagai Bank yang menerapkan prinsip syariah pertama di Indonesia, frekuensi kegairahan umat Islam untuk menerapkan dan mempraktekkan sistim syariah dalam kehidupan berekonomi sehari-hari menjadi tinggi. Namun akibat merajalelanya Bank konvensional yang dimiliki para konglomerat dan pemerintah yang tangan-tangannya bahkan sampai masuk ke pelosok-pelosok desa dan kecamatan untuk menyedot dana masyarakat membuat BMI hampir tidak bisa berbuat banyak. Apalagi untuk menyediakan jasa kepada masyarakat yang jauh dari kota-kota besar.
 Pada saat ini, meskipun kalau dilihat dari volume usaha perbankan syariah jika dibandingkan dengan total keseluruhan volume usaha perbankan nasional, maka nilainya masih relatif kecil, yaitu sebesar 2,5 trilliun rupiah. Sedangkan total volume usaha perbankan nasional secara keseluruhan mencapai angka 1087 trilliun rupiah. Kalau kita persentasekan, maka volume usaha perbankan syariah baru mencapai angka 0,23 % (Sumber : Biro Perbankan Syariah BI). Walau demikian, prospek perbankan syariah kedepannya sangat cerah, apalagi mengingat pangsa pasarnya yang sangat besar. Sehingga wajar jika kemudian banyak bank-bank konvensional yang membuka cabang syariah secara langsung maupun melalui konversi cabang-cabang konvensionalnya menjadi cabang syariah. Sementara di tingkat kecamatan, kita pun memiliki puluhan BPRS yang telah beroperasi di seluruh wilayah Indonesia. (lebih rinci lihat lampiran)
 Menurut Adiwarman, saat ini bank-bank konvensional khususnya di Indonesia ramai-ramai membuka divisi syariah. Saya perkirakan kontribusi itu akan terjadi lonjakan yang besar. Tidak hanya perbankan tetapi juga dalam bidang ansuransi, ada Takaful, Mubarakah, MAA, Beringin Putra, dan Beringin Life.  Perkembangan bank syariah cukup optimis. Penilaian tersebut didasarkan pada tiga hal,
 Pertama dari segi demand atau masyarakat.
 Kedua, faktor supply. Sekarang ini ada delapan bank syariat: dua bank secara penuh syariah dan enamnya lagi membuka cabang syariah. Menurut survey Bank Indonesia masih ada 21 bank lagi yang akan buka divisi syariah, empat di antaranya bank asing.
 Ketiga, ini fenomena di seluruh dunia, tampaknya makin lama ummat Islam makin cerdas dalam memilih lapangan jihad.
 E. Penutup
 Dari apa yang telah dipaparkan, maka bisa disarikan bahwa dari segi proses evolusi, embrio kegiatan perbankan dalam masyarakat Islam dilakukan oleh seorang individu untuk satu fungsi perbankan. Kemudian berkembang profesi jihbiz, yaitu seorang individu melakukan ketiga fungsi perbankan. Lalu kegiatan tersebut diadopsi oleh masyarakat Eropa abad pertengahan, dan pengelolaannya dilakukan oleh institusi, namun kegiatannya mulai dilakukan dengan basis bunga. Karena mundurnya peradaban umat muslim dan penjajahan bangsa-bangsa Barat terhadap negara-negara muslim, maka evolusi praktek perbankan yang sesuai syariah sempat terhenti beberapa abad.
 Baru pada abad 20 ketika bangsa Muslim mulai merdeka, terbentuklah bank syariah modern di sejumlah Negara. Menurut berbagai kalangan ekonom maupun bangkir, bank-bank syariah dapat memiliki reputasi yang baik di antara bank-bank internasional. Hal ini dapat dicapai bila bank-bank syariah melakukan usaha percepatan dalam pengembangan dan perbaikan produk serta mengikuti perkembangan regulasi yang mengacu pada standar internasional. Kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses layanan perbankan syariah dan ketersediaan produk investasi syariah tidak akan optimal tanpa promosi dan edukasi yang memadai tentang lembaga keuangan syariah. Amat dibutuhkan pula jaminan produk yang ditawarkan patuh terhadap prinsip syariah. Oleh karena itu maka perbaikan-perbaikan dalam kegiatan praktek bisnis syariah dalam hal pelayanan maupun kegiatan-kegiatan investasi harus lebih digalakkan. Dengan demikian, insya Allah  bank Islam akan terus mengalami perkembangan. Wallahualam

--o0o--



[1]Sami Hamoud, Islamic Banking, Arabian Information Ltd, London, 1985
[2]Adiwarman Karim, “Bankir Yahudi pada Zaman Abbasiyah”, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Gema Insani Press, Jakarta, 2001
[3]http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah diakses pada tanggal 19 Mei 2010
[4]M. Syafi'I Antonio, Bank Syariah: analisis kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman, Yogyakarta: Ekonisia, 2002, 2
[5]http://www.rumahilmuindonesia.net/perpustakaan/ekonomi_syariah/Sejarah_Perbankan_Syariah.pdf diakses pada tanggal 09 Desember 2009

2 komentar:

  1. Terima kasih sebelumnya.

    makalah atau karya ilmiah tentang keuangan syariah pada postingan ini sangat membantu buat mahasiswa ekonomi syariah.

    kebetulan juga aku juga membahas ekonomi syariah terutama keuangan syariah.

    anda bisa melihatnya dan membacanya disini Sistem Keuangan Syariah

    BalasHapus
  2. KABAR BAIK
    Pertama saya ingin mengatakan jika Anda takut akan berhasil, Anda tidak akan berhasil bahkan jika kesempatan datang murah dan gratis, semuanya dimulai pada malam yang dingin sementara di tempat tidur saya pergi melalui internet hanya untuk lelah sehingga saya bisa tidur setelah lama hari di bank mencoba untuk mengamankan pinjaman dengan rumah saya dari bank HSBC di pekanbaru bagi mereka yang mungkin tahu bank ini, saya mencoba dan setelah dokumentasi saya diberitahu untuk kembali dalam waktu 30 hari yang bagi saya seperti selamanya jadi sementara pada saya ranjang berpikir mungkin tindakan berikutnya saya menemukan cerita tertentu tentang cara mendapatkan pinjaman dan pada tingkat yang sangat rendah 2% dengan nama-nama perusahaan sebagai perusahaan pinjaman Rossa Stanley saya bertanya-tanya apakah itu nyata jadi saya menyelidiki lebih jauh dan datang di seorang wanita bernama Nadia Sisworo bersaksi bagaimana dia mendapatkan pinjaman dengan rincian banknya semua ditampilkan jadi saya mengirim email dan kami berbicara, kami mengobrol dan dia meminta saya untuk menghubungi perusahaan ibu rossa bahwa jika rumah saya nyata dan identitas saya mungkin beruntung mendapatkan pinjaman jadi saya mengirim email ke ibu Rossastanleyloancompany@gmail.com tentang kondisi saya dan formulir pinjaman diberikan, saya mengisi dan mengajukan permohonan pinjaman sebesar Rp350.000,00, dan sisanya kepada Kemuliaan Allah, saya mendapat pinjaman dari perusahaan induk rossa, jadi orang yang saya sayangi jika Anda memiliki beban keuangan yang tulus atau ingin mengembangkan bisnis Anda jangan ragu untuk bertemu ibu rossa untuk bantuan saya yakin Rp350.000.000,00 sudah cukup untuk meninggalkan kemiskinan dan bahagia selamanya seperti saya jika Anda masih ragu-ragu biaya untuk menelepon atau WhatsApp saya di +6282385590743 atau menulis saya di hadiemi64@gmail.com dan saya akan membuktikan kepada Anda ibu nyata

    BalasHapus