A. Pendahuluan
Keuangan
Islam merupakan salah satu sektor ekonomi Islam yang berkembang pesat
pada dua dekade terakhir. Perkembangan yang pesat ini tidak saja
didorong oleh semangat relijius dalam mengimplementasikan ajaran Islam,
tetapi juga dilatarbelakangi oleh kepentingan praktis pragmatis dalam
membangun perekonomian umat.
Keuangan Islam berdiri di atas fondasi syariah Islam, karenanya ia harus senantiasa sejalan dengan syariah (shariah compliance) baik dalam spirit maupun aspek teknisnya. Dalam ajaran Islam, transaksi keuangan harus terbebas dari transaksi yang haram, berprinsip kemaslahatan (tayyib), Misalnya bebas dari riba, gharar, riswah dan maysir.
Secara umum dapat dikatakan bahwa keuangan Islam harus mengikuti kaidah dan aturan dalam fiqh mu’amalah. Persyaratan-persyaratan ini akan mengakibatkan adanya perbedaan perbedaan yang relatif subtansial antara keuangan Islam dan keuangan konvensional.
Dengan
makalah singkat ini, penyusun mencoba untuk mengulas sedikit mengenai
pengertian, sejarah dan ruang lingkup keuangan Islam.
B. Pengertian & Ruang Lingkup Keuangan Islam
Menurut
Ibrahim Warde, tidak ada satupun yang menjelaskan pengertian tentang
keuangan Islam secara sempurna. Namun, kreteria secara umum dapat
dijelaskan bahwa keuangan Islam adalah lembaga keuangan milik umat
Islam, melayani umat Islam, ada dewan syariah, merupakan anggota
organisasi internasional bank Islam (IAIB) dan sebagainya. Lebih luas,
keuangan Islam meliputi tidak hanya persoalan perbankan, tapi meliputi
juga kerjasama saling membiayai, keamanan dan asuransi perusahaan, dan lain sebagainya di luar bank.
Perkembangan
bank dan lembaga keuangan syariah saat ini masih direspons dengan
skeptis oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Sikap ini juga dirasakan
perbankan syariah di negara Muslim lainnya. Skeptisme masyarakat
terhadap perbankan syariah tidak lepas dari dominasi sistem keuangan
perbankan berbasis bunga yang telah berlangsung sejak masa kolonial
sampai sekarang.
Selain
itu, masih ada beberapa permasalahan khususnya dalam operasional
kelembagaannya, khususnya dalam perbankan. Irfan Syauqi menemukan adanya beberapa
problematika yang muncul seiring dengan berkembangnya industri
perbankan syariah yang dapat dikategorikan pada beberapa masalah yang di
antaranya adalah:
Pertama, adalah kurangnya deposito.
Kedua, masalah yang dihadapi oleh perbankan syariah adalah likuiditas berlebihan (excessive liquidity).
Ketiga, adalah problematika biaya dan profitabilitas.
Keempat yang dihadapi selanjutnya adalah masalah pendanaan pinjaman untuk konsumsi.
Kelima
adalah masih minimnya sumberdaya manusia yang memahami secara
komprehensif segala hal yang berkaitan dengan industri perbankan
syariah.
Keenam
yang dihadapi kalangan perbankan syariah adalah belum maksimalnya
institusi undang-undang yang menjadi payung hukum bagi keseluruhan
aktivitas perbankan Islam.
Persoalan Bunga Bank
Sikap
skeptis diatas dapat dipahami sebab mereka masih belum percaya dengan
adanya lembaga keuangan tanpa adanya bunga. Demikian pula para pengamat
luar yang menyatakan dapatkah suatu sistem keuangan dapat dijalankan
tanpa bunga? Jelaslah bahwa suku bunga merupakan faktor yang
mengakibatkan ‘demand’ untuk investasi dan tabungan. Perspektif
neo-klasik percaya bahwa tabungan dan investasi akan dipengaruhi oleh
turun atau naiknya suku bunga. Investasi menyatakan kebutuhan akan
sumber-sumber yang dapat diinvestasikan, tetapi tabungan menyatakan
persediaan, sedangkan suku bunga merupakan harga dari sumber-sumber yang
dapat diinvestasikan.
Teori neo-klasik dengan
gamblangnya berpendapat bahwa mengkaitkan tingkat suku bunga secara
otomatis akan merangsang para investor untuk menginvestasikan uangnya.
Sesuai dengan pandangan ini, sebagian besar masyarakat Muslim di
Indonesia selalu akan membandingkan keputusan investasi atau menabung
dengan tingkat suku bunga saat itu. Sebagian besar masyarakat Muslim
belum terbiasa untuk menghindari pendapat tersebut dari kehidupan
ekonomi mereka. Nampaknya tanpa adanya suku bunga proses bisnis tidak
akan berjalan baik dan menguntungkan.
Beberapa
keberatan adanya pranata bunga uang dikemukakan oleh para pendukung
bank Islam. Bunga bank, menurut Mannan adalah riba, karena dalam Islam
uang itu sendiri tidak menghasilkan bunga atau laba dan tidak dipandang
sebagai komoditi. Dengan demikian, uang hanya sebagai alat transaksi,
tidak lebih dari itu. Sedangkan menurut Mahmud Ahmad Dari
segi fungsi uang sebagai alat tukar, sehingga adanya sistem bunga dapat
menyebabkan likuiditas uang. Jika bunga dibasmi maka premi likuiditas
akan hilang dan motif untung-untungan untuk menyimpan uang akan lenyap.
Di pihak lain, elastisitas substitusi uang adalah nol, sehingga suatu
peningkatan dalam permintaan pasti meningkatkan nilai bunga. Kalau tidak
dikatakan bahwa inflasi adalah konsekwensi bunga uang, tetapi bunga
uang dinilai mempunyai andil dalam lajunya inflansi. Padahal ciri
stabilitas ekonomi adalah terkendalinya inflasi. Dengan demikian,
transaksi peminjaman "bebas bunga" ikut mengendalikan laju inflasi
berdasarkan teori ini.
Komitmen dan Implementasi Bank Islam
Bank
syariah adalah bank yang menjalankan bisnis perbankan dengan menganut
sistem syariah yang berbasis hukum Islam. Dalam hukum Islam dinyatakan
bahwa riba itu haram, sehingga bisnis bank konvensional yang menerapkan
sistem rente atau riba dengan perhitungan bunga berbunga, baik untuk
produk simpanan maupun pinjamannya, tidak sesuai dengan hukum islam.
Bank
syariah tidak menerapkan sistem bunga tetapi menerapkan sistem bagi
hasil, yaitu sistem pengelolaan dana dalam perekonomian Islam.
Perhitungan bagi hasil didasarkan pada mufakat pihak bank bersama
nasabah yang menginvestasikan dananya di bank syariah. Besarnya hak
nasabah terhadap banknya dalam perhitungan bagi hasil tersebut, di
tetapkan dengan sebuah angka ratio atau besaran bagian yang disebut
Nisbah.
C. Sejarah dan Latar Belakang Kemunculan Keuangan Islam
o Praktek Perbankan Di Zaman Nabi Saw dan Sahabat
Perbankan
adalah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima
simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang.
Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan
dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat
Islam sejak jaman Rasulullah saw.
Praktek-praktek
seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan
konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang,
telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah. Dengan demikian,
fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan
dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah.
Rasulullah
SAW yang dikenal dengan julukan al-Amin, dipercaya oleh masyarakat
Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum Rasul
hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayidina Ali ra untuk mengembalikan
semua titipan itu kepada yang memilikinya.[1] Dalam konsep ini, yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut.
Seorang
sahabat Rasulullah, Zubair bin al Awwam, memilih tidak menerima titipan
harta. Beliau lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan
Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda: pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman, beliau mempunyai hak untuk memanfaatkannya; kedua, karena bentuknya pinjaman, maka ia berkewajiban mengambalikannya utuh.
Sahabat
lain, Ibnu Abbas tercatat melakukan pengiriman uang ke Kufah. Juga
tercatat Abdullah bin Zubair di Mekah juga melakukan pengiriman uang ke
adiknya Misab bin Zubair yang tinggal di Irak.
Penggunaan
cek juga telah dikenal luas sejalan dengan meningkatnya perdagangan
antara negeri Syam dengan Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali
setahun. Bahkan di jaman Umar bin Khattab ra, beliau menggunakan cek
untuk membayar tunjangan kepada mereka yang berhak. Dengan cek ini
kemudian mereka mengambil gandum di Baitul Mal yang ketika itu diimpor
dari Mesir.
Pemberian modal untuk modal kerja berbasis bagi hasil, seperti mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah, telah dikenal sejak awal di antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Jelaslah bahwa ada individu-individu yang telah
melaksanakan fungsi perbankan di zaman Rasulullah SAW, meskipun individu
tersebut tidak melaksanakan seluruh fungsi perbankan. Ada sahabat yang
melaksanakan fungsi menerima titipan harta, ada sahabat yang
melaksanakan fungsi pinjam-meminjam uang, ada yang melaksanakan fungsi
pengiriman uang, dan ada pula yang memberikan modal kerja.
Beberapa istilah perbankan modern bahkan berasal dari khazanah ilmu fiqih, seperti istilah kredit (Inggris: credit; Romawi: credo) yang diambil dari istilah qard. Credit dalam bahasa Inggris berarti meminjamkan uang; credo berarti kepercayaan; sedangkan qard dalam fiqih berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan.Begitu pula istilah cek (Inggris: check; Perancis: cheque) yang diambil dari istilah saq (suquq). Suquq dalam bahasa Arab berarti pasar,sedangkan cek adalah alat bayar yang biasa digunakan di pasar.
o Praktek Perbankan Di Zaman Bani Umayyah Dan Bani Abasiah
Jelas
saja institusi bank tidak dikenal dalam kosa kata fikih Islam, karena
memang institusi ini tidak dikenal oleh masyarakat Islam di masa
Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, maupun Bani Abbasiyah.
Namun fungsi-fungsi perbankan yaitu menerima deposit, menyalurkan dana,
dan transfer dana telah lazim dilakukan, tentunya dengan akad yang
sesuai syariah.
Di
jaman Rasulullah saw fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh perorangan,
dan biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja.
Baru
kemudian, di jaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan
oleh satu individu. Fungsi-fungsi perbankan yang dilakukan oleh satu
individu, dalam sejarah Islam telah dikenal sejak zaman Abbasiyah.[2]
Perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar banyak jenis mata uang
pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus untuk membedakan antara
satu mata uang dengan mata uang lainnya. Ini diperlukan karena setiap
mata uang mempunyai kandungan logam mulia yang berlainan sehingga
mempunyai nilai yang berbeda pula. Orang yang mempunyai keahlian khusus
ini disebut naqid, sarraf, dan jihbiz. Hal ini merupakan cikal-bakal praktek penukaran mata uang (money changer).
Istilah jihbiz
mulai dikenal sejak zaman Muawiyah (661-680M) yang sebenarnya dipinjam
dari bahasa Persia, kahbad atau kihbud. Pada masa pemerintahan Sasanid,
istilah ini dipergunakan untuk orang yang ditugaskan mengumpulkan pajak
tanah.
Peranan
banker pada zaman Abbasiyah mulai populer pada pemerintahan Muqtadir
(908-932M). Saat itu, hampir setiap wazir mempunyai bankir sendiri.
Misalnya, Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph ibnu wahab
sebagai bankirnya. Lalu Ibnu Abi Isa menunjuk Ali ibn Isa, Hamid ibnu
Wahab menunjuk Ibrahim ibn Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi mempunyai
tiga orang banker sekaligus: dua Yahudi dan satu Kristen.
Kemajuan praktek perbankan pada zaman itu ditandai dengan beredarnya saq
(cek) dengan luas sebagai media pembayaran. Bahkan, peranan bankir
telah meliputi tiga aspek, yakni menerima deposit, menyalurkannya, dan
mentransfer uang. Dalam hal yang terakhir ini, uang dapat ditransfer
dari satu negeri ke negeri lainnya tanpa perlu memindahkan fisik uang
tersebut. Para money changer yang telah mendirikan
kantor-kantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek sebagai
media transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya. Dalam sejarah
perbankan Islam, adalah Sayf al- Dawlah al-Hamdani yang tercatat sebagai
orang pertama yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring antara
Baghdad (Irak) dan Aleppo (Spanyol sekarang).
o Praktek Perbankan Di Eropa
Dalam
perkembangan selanjutnya, kegiatan yang dilakukan oleh perorangan
jihbiz kemudian dilakukan oleh institusi yang saat ini dikenal sebagai
institusi bank. Ketika bangsa Eropa mulai menjalankan praktek perbankan,
persoalan mulai timbul karena transaksi yang dilakukan menggunakan
instrumen bunga yang dalam pandangan fikih adalah riba, dan oleh
karenanya haram. Transaksi berbasis bunga ini semakin merebak ketika
Raja Henry VIII pada tahun 1545 membolehkan bunga (interest) meskipun tetap mengharamkan riba (usury) dengan syarat bunganya tidak boleh berlipat ganda (excessive). Ketika Raja Henry VIII wafat, ia digantikan oleh Raja Edward VI yang membatalkan kebolehan bunga uang.
Ini
tidak berlangsung lama. Ketika wafat, ia digantikan oleh Ratu Elizabeth
I yang kembali membolehkan bunga uang. Selanjutnya, bangsa Eropa mulai
bangkit dari keterbelakangannya dan mengalami renaissance. Penjelajahan
dan penjajahan mulai dilakukan ke seluruh penjuru dunia, sehingga
kegiatan perekonomian dunia mulai didominasi oleh bangsa-bangsa Eropa.
Pada saat yang sama, peradaban muslim mengalami kemerosotan dan
negara-negara muslim satu per satu jatuh ke dalam cengkeraman penjajahan
bangsa-bangsa Eropa. Akibatnya, institusi-institusi perekonomian umat
Muslim runtuh dan digantikan oleh institusi ekonomi bangsa Eropa.
Keadaan
ini berlangsung terus sampai zaman modern kini. Karena itu, institusi
perbankan yang ada sekarang di mayoritas negara-negara Muslim merupakan
warisan dari bangsa Eropa, yang notabene berbasis bunga.
o Perbankan Syariah Modern
Selanjutnya, karena bunga ini secara fikih dikategorikan sebagai riba
(dan karenanya haram), maka mulai timbul usaha-usaha di sejumlah negara
muslim untuk mendirikan lembaga alternatif terhadap bank yang ribawi
ini. Hal ini terjadi terutama setelah bangsa-bangsa Muslim mendapatkan
kemerdekaannya dari penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Usaha modern pertama
untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia
pada pertengahan tahun 40-an, namun usaha ini tidak sukses. Selanjutnya,
eksperimen lainnya dilakukan di Pakistan pada akhir tahun 50-an, di
mana suatu lembaga perkreditan tanpa bunga didirikan di pedesaan negara
itu.
Namun
demikian, eksperimen pendirian bank syariah yang paling sukses dan
inovatif di masa modern ini dilakukan di Mesir pada tahun 1963, dengan
berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank. Awalnya bank ini muncul
di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam, karena adanya
kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai
gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar,
mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing
(pembagian laba) di kota Mit Ghamr. Eksperimen ini berlangsung hingga
tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di
Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga,
sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri
secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang
didapat dengan para penabung.[3]
Bank
ini mendapat sambutan yang cukup hangat di Mesir, terutama dari
kalangan petani dan masyarakat pedesaan. Jumlah deposan bank ini
meningkat luar biasa dari 17,560 di tahun pertama (1963/1964) menjadi
251,152 pada 1966/1967. Jumlah tabungan pun meningkat drastis dari
LE40,944 di akhir tahun pertama (1963/1964) menjadi LE1,828,375 di akhir
periode 1966/1967. Namun sayang, karena terjadi kekacauan politik di
Mesir maka Mit Ghamr mulai mengalami kemunduran, sehingga operasionalnya
diambil alih oleh National Bank of Egypt dan bank sentral Mesir pada
1967. Pengambilalihan ini menyebabkan prinsip nirbunga pada Mit Ghamr
mulai ditinggalkan, sehingga bank ini kembali beroperasi berdasarkan
bunga. Pada 1971 akhirnya konsep nir-bunga kembali dibangkitkan pada
masa rezim Sadat melalui pendirian Nasser Social Bank. Tujuan bank ini
adalah untuk menjalankan kembali bisnis yang berdasarkan konsep yang
telah dipraktekkan oleh Mit Ghamr. Pada tahun 1965, SA Irshad di
Pakistan mencoba mengoperasikan bank yang berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Namun bank ini tidak berumur panjang karena tidak dikelola
dengan benar dan tidak adanya pembinaan dan pengawasan dari otoritas
perbankan. Otoritas setempat tidak mengakomodir kebijakan-kebijakan
perbankan yang sesuai dengan karakteristik bank syariah.[4]
Kesuksesan
Mit Ghamr ini memberi inspirasi bagi umat Muslim di seluruh dunia,
sehingga timbullah kesadaran bahwa prinsip-prinsip Islam ternyata masih
dapat diaplikasikan dalam bisnis modern. Ketika OKI akhirnya terbentuk,
serangkaian konferensi internasional mulai dilangsungkan, di mana salah
satu agenda ekonominya adalah pendirian bank Islam. Akhirnya
terbentuklah Islamic Development Bank (IDB) pada bulan Oktober 1975 yang
beranggotakan 22 negara Islam pendiri. Bank ini menyediakan bantuan
finansial untuk pembangunan negara-negara anggotanya, membantu mereka
untuk mendirikan bank Islam di negaranya masing-masing, dan memainkan
peranan penting dalam penelitian ilmu ekonomi, perbankan dan keuangan
Islam. Kini, bank yang berpusat di Jeddah-Arab Saudi itu telah memiliki
lebih dari 43 negara anggota.
Pada
perkembangan selanjutnya di era 70-an, usaha-usaha untuk mendirikan
bank Islam mulai menyebar ke banyak negara. Beberapa negara seperti
Pakistan, Iran dan Sudan, bahkan mengubah seluruh sistem keuangan di
negara itu menjadi sistem nir-bunga, sehingga semua lembaga keuangan di
negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga. Di negara Islam
lainnya seperti Malaysia dan Indonesia, bank nir-bunga beroperasi
berdampingan dengan bank-bank konvensional.
Kini,
perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan
menyebar ke banyak negara, bahkan ke negaranegara Barat. The Islamic
Bank International of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama yang
beroperasi di Eropa, yakni pada tahun 1983 di Denmark. Kini, bank-bank
besar dari negara-negara Barat seperti Citibank, ANZ Bank, Chase
Manhattan Bank dan Jardine Fleming telah pula membuka Islamic window agar dapat memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan syariat Islam.[5]
Sejarah perkembangan perbankan syariah di dunia dapat dilihat pada Tabel berikut:
Keterangan
|
Tahun
|
Rintisan Bank Syariah di Malaysia, untuk mengelola dana jamaah haji secara non- konvensional.
|
1940
|
Berdirinya Mit Ghamr Rural Bank, di Mesir, oleh Dr. Ahmad Najar
|
1963
|
Mit Ghamr ditutup karena alasan politis dan diambil alih oleh National Bank of Egypt
|
1967
|
Muncul gagasan kolektif pembentukan Bank Syariah pada Konferensi Negara-negara Islam se-dunia di Malaysia
|
1969
|
Delegasi Mesir mengajukan proposal pendirian Bank Syariah pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-negara OKI di Karachi.
|
1970
|
Berdiri kembali sistem bank tanpa bunga yang bersifat sosial di Mesir, yaitu Nasser Social Bank.
|
1972
|
Usulan/proposal
Delegasi Mesir diagendakan kembali dan memutuskan membentuk komisi
khusus menangani masalah ekonomi dan keuangan.
|
Maret 1972
|
Di Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden.
|
1973
|
Para
ahli yang mewakili Negara Islam penghasil minyak membicarakan Pendirian
Bank Syariah dan terumuskanlah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga.
|
Juli 1973
|
Pembahasan AD/ ART yang telah dirumuskan.
|
Mei 1974
|
Berdiri Islamic Development Bank dengan modal awal 2 miliar Dinar atau sama dengan 2 miliar SDR (Special Drawing Rights) IMF
|
1974
|
Berdiri Dubai Islamic Bank di Timur Tengah
|
1975
|
Berdiri Faisal Islamic Bank of Sudan dan Faisal Islamic Bank of Egypt
|
1977
|
Berdiri Bahrain Islamic Bank
|
1979
|
Bermunculan
Lembaga Keuangan Syariah di Mesir, Sudan, negara-negara di wilayah
Teluk, Malaysia, Pakistan, Inggris, Denmark, Bahmas, Swiss dan
Luxembourg.
|
Awal 1980an
|
The Islamic
Bank International of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama yang
beroperasi di Eropa. Di samping itu, bank-bank besar dari negara-negara
Barat seperti Citibank, ANZ Bank, Chase Manhattan Bank dan Jardine
Fleming telah pula membuka Islamic window agar dapat memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan syariat Islam.
|
1983
|
Di Malaysia
berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu
mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.
|
1983
|
Di Indonesia, berdiri perbankan syariah yang dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia.
|
1991
|
Sumber: Dirangkum oleh penulis dari berbagai sumber
D. Tantangan & Peluang Keuangan Islam Di Masa Kini Dan Mendatang
Di
Indonesia perkembangan pemikiran-pemikiran tentang perlunya menerapkan
prinsip Islam dalam berekonomi baru terdengar pada 1974. Tepatnya
dimulai dalam sebuah seminar ‘Hubungan Indonesia-Timur Tengah’ yang
diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK).
Perkembangan pemikiran tentang perlunya umat Islam Indonesia memiliki
lembaga keuangan Islam sendiri mulai berhembus sejak itu, seiring
munculnya kesadaran baru kaum intelektual dan cendekiawan muslim dalam
memberdayakan ekonomi masyarakat. Pada awalnya memang sempat terjadi
perdebatan yang melelahkan mengenai hukum bunga Bank dan hukum zakat vs pajak di kalangan para ulama, cendekiawan dan intelektual muslim.
Akan tetapi, nampaknya perkembangan pemikiran dan pergumulan ijtihad
panjang dalam masalah hukum ‘bunga Bank’ dan ‘zakat vs pajak’ tersebut
tidak sia-sia, dimana akhirnya mebuahkan hasil yang melegakan dan
memuaskan umat muslim Indonesia. Paling tidak, kalau boleh dikatakan
‘sebuah tonggak’ sejarah emas kebangkitan ekonomi Islam di Indonesia akhirnya terukir juga. Tepatnya pada hari Ahad, 3 November 1991 untuk pertama kalinya sebuah Bank Islam di launching
pendiriannya secara besar-besaran di Istana Bogor yang Panitia
Penyelenggaranya diketuai oleh Prof. Dr. Ir. M. Amin Aziz (sekarang
Ketua Yayasan PINBUK, red.) Bank Islam Indonesia ini selanjutnya diberi nama Bank Muamalat Indonesia (BMI).
Ketika
itu, memang BMI menjadi satu-satunya tumpuan dan harapan 150 juta umat
Islam Indonesia. Bahkan harapan yang sangat besar untuk kapasitas Bank
yang baru seumur jagung. Harapan yang tentunya sangat wajar jika
dikaitkan dengan suasana emosional yang menghinggapi umat Islam yang
sudah puluhan tahun bercita-cita memiliki lembaga keuangan yang
menggunakan prinsip syariah yang sekaligus untuk mewujudkan ‘mimpi’ akan
kebangkitan ekonomi 90% umat Islam yang hidup dalam lingkaran
kemiskinan dan kemelaratan massal baik di desa-desa maupun di kota-kota
besar.
Setelah
BMI memulai beroperasi sebagai Bank yang menerapkan prinsip syariah
pertama di Indonesia, frekuensi kegairahan umat Islam untuk menerapkan
dan mempraktekkan sistim syariah dalam kehidupan berekonomi sehari-hari
menjadi tinggi. Namun akibat merajalelanya Bank konvensional yang
dimiliki para konglomerat dan pemerintah yang tangan-tangannya bahkan
sampai masuk ke pelosok-pelosok desa dan kecamatan untuk menyedot dana
masyarakat membuat BMI hampir tidak bisa berbuat banyak. Apalagi untuk
menyediakan jasa kepada masyarakat yang jauh dari kota-kota besar.
Pada
saat ini, meskipun kalau dilihat dari volume usaha perbankan syariah
jika dibandingkan dengan total keseluruhan volume usaha perbankan
nasional, maka nilainya masih relatif kecil, yaitu sebesar 2,5 trilliun
rupiah. Sedangkan total volume usaha perbankan nasional secara
keseluruhan mencapai angka 1087 trilliun rupiah. Kalau kita
persentasekan, maka volume usaha perbankan syariah baru mencapai angka
0,23 % (Sumber : Biro Perbankan Syariah BI). Walau demikian, prospek
perbankan syariah kedepannya sangat cerah, apalagi mengingat pangsa
pasarnya yang sangat besar. Sehingga wajar jika kemudian banyak
bank-bank konvensional yang membuka cabang syariah secara langsung
maupun melalui konversi cabang-cabang konvensionalnya menjadi cabang
syariah. Sementara di tingkat kecamatan, kita pun memiliki puluhan BPRS
yang telah beroperasi di seluruh wilayah Indonesia. (lebih rinci lihat
lampiran)
Menurut
Adiwarman, saat ini bank-bank konvensional khususnya di Indonesia
ramai-ramai membuka divisi syariah. Saya perkirakan kontribusi itu akan
terjadi lonjakan yang besar. Tidak hanya perbankan tetapi juga dalam
bidang ansuransi, ada Takaful, Mubarakah, MAA, Beringin Putra, dan
Beringin Life. Perkembangan bank syariah cukup optimis. Penilaian tersebut didasarkan pada tiga hal,
Pertama dari segi demand atau masyarakat.
Kedua,
faktor supply. Sekarang ini ada delapan bank syariat: dua bank secara
penuh syariah dan enamnya lagi membuka cabang syariah. Menurut survey
Bank Indonesia masih ada 21 bank lagi yang akan buka divisi syariah,
empat di antaranya bank asing.
Ketiga, ini fenomena di seluruh dunia, tampaknya makin lama ummat Islam makin cerdas dalam memilih lapangan jihad.
E. Penutup
Dari
apa yang telah dipaparkan, maka bisa disarikan bahwa dari segi proses
evolusi, embrio kegiatan perbankan dalam masyarakat Islam dilakukan oleh
seorang individu untuk satu fungsi perbankan. Kemudian berkembang
profesi jihbiz, yaitu seorang individu melakukan ketiga fungsi
perbankan. Lalu kegiatan tersebut diadopsi oleh masyarakat Eropa abad
pertengahan, dan pengelolaannya dilakukan oleh institusi, namun
kegiatannya mulai dilakukan dengan basis bunga. Karena mundurnya
peradaban umat muslim dan penjajahan bangsa-bangsa Barat terhadap
negara-negara muslim, maka evolusi praktek perbankan yang sesuai syariah
sempat terhenti beberapa abad.
Baru pada abad 20
ketika bangsa Muslim mulai merdeka, terbentuklah bank syariah modern di
sejumlah Negara. Menurut berbagai kalangan ekonom maupun bangkir,
bank-bank syariah dapat memiliki reputasi yang baik di antara bank-bank
internasional. Hal ini dapat dicapai bila bank-bank syariah melakukan
usaha percepatan dalam pengembangan dan perbaikan produk serta mengikuti
perkembangan regulasi yang mengacu pada standar internasional.
Kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses layanan perbankan syariah dan
ketersediaan produk investasi syariah tidak akan optimal tanpa promosi
dan edukasi yang memadai tentang lembaga keuangan syariah. Amat
dibutuhkan pula jaminan produk yang ditawarkan patuh terhadap prinsip
syariah. Oleh karena itu maka perbaikan-perbaikan dalam kegiatan praktek
bisnis syariah dalam hal pelayanan maupun kegiatan-kegiatan investasi
harus lebih digalakkan. Dengan demikian, insya Allah bank Islam akan terus mengalami perkembangan. Wallahualam
--o0o--
Terima kasih sebelumnya.
BalasHapusmakalah atau karya ilmiah tentang keuangan syariah pada postingan ini sangat membantu buat mahasiswa ekonomi syariah.
kebetulan juga aku juga membahas ekonomi syariah terutama keuangan syariah.
anda bisa melihatnya dan membacanya disini Sistem Keuangan Syariah
KABAR BAIK
BalasHapusPertama saya ingin mengatakan jika Anda takut akan berhasil, Anda tidak akan berhasil bahkan jika kesempatan datang murah dan gratis, semuanya dimulai pada malam yang dingin sementara di tempat tidur saya pergi melalui internet hanya untuk lelah sehingga saya bisa tidur setelah lama hari di bank mencoba untuk mengamankan pinjaman dengan rumah saya dari bank HSBC di pekanbaru bagi mereka yang mungkin tahu bank ini, saya mencoba dan setelah dokumentasi saya diberitahu untuk kembali dalam waktu 30 hari yang bagi saya seperti selamanya jadi sementara pada saya ranjang berpikir mungkin tindakan berikutnya saya menemukan cerita tertentu tentang cara mendapatkan pinjaman dan pada tingkat yang sangat rendah 2% dengan nama-nama perusahaan sebagai perusahaan pinjaman Rossa Stanley saya bertanya-tanya apakah itu nyata jadi saya menyelidiki lebih jauh dan datang di seorang wanita bernama Nadia Sisworo bersaksi bagaimana dia mendapatkan pinjaman dengan rincian banknya semua ditampilkan jadi saya mengirim email dan kami berbicara, kami mengobrol dan dia meminta saya untuk menghubungi perusahaan ibu rossa bahwa jika rumah saya nyata dan identitas saya mungkin beruntung mendapatkan pinjaman jadi saya mengirim email ke ibu Rossastanleyloancompany@gmail.com tentang kondisi saya dan formulir pinjaman diberikan, saya mengisi dan mengajukan permohonan pinjaman sebesar Rp350.000,00, dan sisanya kepada Kemuliaan Allah, saya mendapat pinjaman dari perusahaan induk rossa, jadi orang yang saya sayangi jika Anda memiliki beban keuangan yang tulus atau ingin mengembangkan bisnis Anda jangan ragu untuk bertemu ibu rossa untuk bantuan saya yakin Rp350.000.000,00 sudah cukup untuk meninggalkan kemiskinan dan bahagia selamanya seperti saya jika Anda masih ragu-ragu biaya untuk menelepon atau WhatsApp saya di +6282385590743 atau menulis saya di hadiemi64@gmail.com dan saya akan membuktikan kepada Anda ibu nyata